Kamis, 13 November 2008

IHSG dan Masalah Harga Saham di Bursa
Oleh: Muhammad Faiz Aziz *)

[28/10/08]

Panik, kaget, khawatir....Itulah barangkali yang dirasakan oleh para investor pasar modal kita. Penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia memang bisa membuat jantung investor berdegup kencang.

Aksi jual saham besar-besaran pun tak bisa dibendung. Penawaran lebih banyak dibandingkan permintaan. Sesuai hukum permintaan penawaran, tentunya hal itu akan membuat harga saham yang dijual menjadi jatuh dan bisa mempengaruhi IHSG itu sendiri.

Seperti diketahui IHSG mengalami penurunan yang cukup tajam ketika perdagangan di bursa dibuka kembali pasca libur Idul Fitri tanggal 6 Oktober 2008 ke level 1.648,74 dari level 1.832,51 (26 September 2008). IHSG kemudian tercebur kembali 2 hari berikutnya ke level 1.451,67 (8 Oktober 2008) sebelum akhirnya ditutup sementara oleh BEI. Penurunan IHSG ini sendiri sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun 2008 ini secara pelan-pelan walaupun sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah pada tanggal 9 Januari 2008 di level 2.830,26. Penurunan ini sudah diprediksikan sebelumnya bahwa banyaknya hot money yang umumnya berasal dari investor asing dalam perdagangan di bursa. Hot money ini bisa ditarik sewaktu-waktu dan bisa menyebabkan anjloknya bursa.

Terkait dengan konsep IHSG itu sendiri, perlu diperhatikan bahwa IHSG merupakan indikator yang mencakup pergerakan harga saham biasa dan harga saham preferen di BEI. Naik turunnya IHSG sangat bergantung kepada pergerakan harga saham di bursa. Apabila pergerakan harga saham secara umum bagus dan naik, maka IHSG akan naik juga. Begitupun sebaliknya, bila pergerakan harga saham kurang bagus atau turun maka IHSG pun akan ikut turun. Fluktuasinya IHSG disebabkan oleh fluktuasinya harga saham. Dan fluktuasinya harga saham ini disebabkan salah satunya adalah karena pengukuran nilai saham itu sendiri yang hampir tidak pernah menggunakan indikator fundamental kinerja dan keuangan perusahaan itu sendiri.

Bila kita tengok anjloknya pasar modal kita kemarin bahwa hampir seluruh saham-saham di bursa turun. Ada yang mengatakan bahwa anjloknya pasar modal kita tidak lepas dari krisis finansial global. Ada pula yang mengatakan bahwa ini gara-gara grup Bakrie yang gagal bayar dalam transaksi buy back saham-sahamnya. Memang benar apa yang dikatakan sebagian orang itu namun ada satu akar sebab atau permasalahan mengapa IHSG dan saham-saham bisa naik dan turun secara tajam, yaitu tidak menggunakannya fundamental perusahaan sebagai dasar penilaian harga saham di bursa.

Tidak digunakannya indikator ini memiliki banyak akibat hukum di pasar modal. Sebut saja tindak pidana penipuan, manipulasi pasar, insider trading, ketidaktransparanan Emiten ketika melakukan aksi korporasi (masalah keterbukaan), dan sebagainya. Kesemuanya itu sebenarnya forbidden di dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). Tentunya, kalau kita perhatikan sudah banyak kasus akibat masalah penilaian saham yang tidak wajar ini. Kasus manipulasi pasar PT Perusahaan Gas Negara (PGN), kasus saham Agis, kasus saham Indosat, dan sebagainya. Semua itu sekali lagi berakar kepada tidak digunakannya indikator penilaian saham berdasarkan fundamental kinerja dan keuangan perusahaan.

Secara teori, ada beberapa teknik perhitungan harga wajar saham yaitu pertama, Par Value yaitu harga saham didapat dari hasil pembagian total modal disetor dengan jumlah saham. Kedua, Price to Book Value (PBV) yaitu rasio perbandingan harga pasar saham dan nilai buku (keuangan perusahaan) per saham. Ketiga, Capital Asset Pricing Model (CAPM) yaitu menghitung nilai saham berdasarkan hubungan antara resiko dan expected return di kemudian hari. Keempat, adalah P/E Ratio yaitu menilai saham dengan membandingkan harga pasar saham (market price) dengan laba per saham. Kelima, adalah Discounted Dividend Model (DDM) yaitu penilaian harga saham berdasarkan asumsi dividen di masa mendatang dan pertumbuhan perusahaan.

Dalam prakteknya, penentuan nilai saham di perdagangan bursa pada umumnya tidak berdasarkan teknik perhitungan di atas akan tetapi berdasarkan permainan “orang-orang pintar pasar modal” itu sendiri, sehingga tidak heran apabila terdapat pelanggaran-pelanggaran di pasar modal. Mereka bisa membuat harga saham naik dan turun sesuka hati dalam rentang waktu tertentu yang ujung-ujungnya dalam rangka membuat citra Emiten tersebut baik atau bagus melalui pergerakan saham secara likuid.

Padahal, transaksi tersebut digerakkan oleh kalangan mereka sendiri. Tentu saja, perbuatan mereka bisa masuk kategori tindak pidana manipulasi pasar sebagaimana diatur di dalam pasal 91-92 UUPM. Selain itu, untuk mendukung aksi manipulasi pasarnya, biasanya mereka menyebarkan informasi yang menyesatkan yang bisa masuk kategori pelanggaran pasal 90 dan pasal 93 UUPM mengenai penipuan dan informasi yang tidak benar atau menyesatkan. Informasi ini bisa saja mengatakan bahwa perusahaan sedang bagus-bagusnya atau perusahaan sedang turun-turunya.

Disamping manipulasi pasar dan penipuan, akibat masalah volatile-nya harga saham ini, bagi Emiten yang mungkin memiliki kinerja dan fundamental yang baik, ketika mereka akan melakukan aksi korporasi misalnya berhutang atau menggadaikan sahamnya sebagai jaminan, mereka akan hati-hati karena khawatir aksi korporasinya akan membuat harga saham mereka turun dan anjlok.

Efek samping kekhawatiran ini adalah terbuka kemungkinan Emiten yang bersangkutan tidak transparan kepada publik ketika dia melakukan aksi korporasi. Ketika dia sudah tidak transparan, maka dia telah bisa dianggap melakukan pelanggaran atas prinsip keterbukaan di pasar modal (Pasal 86 jo. Pasal 93 UUPM). Apabila aksi korporasi tersebut mengandung benturan kepentingan dan memenuhi prinsip transaksi material, maka dia juga telah melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut. Tentunya patut kita sayangkan apabila terdapat Emiten yang baik dengan kinerja bagus lalu hendak melakukan aksi korporasi, namun karena kekhawatiran masalah nilai saham membuat dia melakukan pelanggaran yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Terkait dengan masalah naik turunnya harga saham, sebenarnya BEI telah memiliki aturan mengenai auto rejection terhadap pergerakan harga saham dengan maksimal kenaikan dan penurunan per harinya adalah 10 % berdasarkan Surat Edaran No. SE-004/BEI.PSH/10-2008 tanggal 12 Oktober 2008 tentang Pembatasan Harga Penawaran Tertinggi atau Terendah atas Saham yang Dimasukkan ke JATS di Pasar Reguler dan Pasar Tunai. Aturan ini menggantikan Surat Edaran yang lama No. SE-009/BEK/12-2001 tanggal 3 Desember 2001 yang membatasi kenaikan dan penurunan harga saham hingga 20-50 %. Aturan ini cukup bagus untuk mencegah perbuatan-perbuatan manipulasi pasar dan penipuan yang bisa menyebabkan harga saham naik dan turun secara tajam. Melalui restriksi batasan harga ini bagi para investor dan Emiten, ketentuan ini akan melindungi nilai investasi dan saham mereka sendiri. Pengaruh aturan ini juga cukup bagus bagi kepentingan Emiten yang hendak melakukan aksi korporasi sehingga nilai saham tidak akan naik atau turun secara tajam. Efek negatif ketatnya aturan auto rejection barangkali adalah masalah likuiditas pasar.

Bagai para pemain saham, tentunya ini menjadi tidak menarik karena tidak ada keuntungan besar bagi mereka. Namun, perlu kita tegaskan bahwa pasar modal adalah sarana investasi. Bicara investasi, maka kita bicara jangka waktu yang panjang dan keuntungan untuk semua orang. Apabila pasar modal menjadi ajang “main saham”, sebaiknya para pelaku tadi mainlah ke Las Vegas atau Makau. Itulah tempat “main saham” sebenarnya yaitu meja perjudian. Janganlah hanya demi kepentingan dan keuntungan sesaat, kemudian mengorbankan keuntungan sebagian besar investor yang lain dan Emitennya.

Apresiasi patut diberikan kepada Bursa Efek Indonesia dengan aturan auto rejection-nya. Penerbitan aturan tersebut diharapkan dapat mengendalikan IHSG dan pasar modal kita yang liar akibat krisis finansial global, walaupun padahal fundamental Emiten kita cukup banyak yang bagus dan kuat. Penerbitan aturan itu juga dapat menjadi upaya preventif dan minimalisir terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum pasar modal kita.

Namun, upaya preventif itu juga sebaiknya harus dibarengi penindakan dan penegakan hukum pasar modal kita. Bapepam-LK dan BEI harus berani untuk menindak pelaku pelanggaran tersebut hingga ke pengadilan baik itu “pemain besar” maupun “pemain kecil”. Itu dapat menjadi bukti integritas sesungguhnya dari kedua institusi ini.

-------------------------

*) Penulis adalah masyarakat umum pengamat pasar modal.

Minggu, 12 Oktober 2008

Antara Kehidupan Karir & Keluarga

Foto yang ada disamping ini adalah foto anak saya. Alya Amira Aziz namanya. Ketika note ini diposting usianya adalah 9 bulan 13 hari. Bagi kami, dia anak yang lucu dan pintar. Hingga terkadang tidak ingin pisah dari pelukannya bila hendak berangkat aktivitas bekerja, apalagi sang ibundanya. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan keselamatan bagi ibunda dan anandanya.

Anak, dia adalah sesuatu harta yang berharga. Berharga melebih apapun yang ada diunia ini bahkah uang dan aset-aset lainnya. Kita bisa bayangkan bila kita memiliki sebuah keluarga tanpa memiliki sang dambaan hati. Rasanya sangat tidak lengkap, bukan? Bahkan bila kita mengadopsi seorang anak, saya yakin tetap saja orangtua inginnya memiliki anak hasil darah dagingnya.

Terkait dengan masalah ini, mungkin kita semua yang beraktivitas rutin di bisnis dan kantor seringkali memiliki sedikit waktu untuk keluarga khususnya istri dan anak-anak kita. Waktu lebih banya dihabiskan di luar rumah entah di kantor, tempat meeting, bahkan di jalan karena macet. Apa yang kita lakukan tidak lain sebenarnya adalah dalam rangka mencari nafkah untuk istri dan anak-anak kita. Namun, apa yang kita lakukan di luar rumah dalam rangka aktivitas kita bisa membuat kita akhirnya melupakan keluarga. Boleh jadi kita pulang ke rumah langsung bukannya bercanda dan bergumul dengan keluarga, namun langsung istirahat. Anak tidak ditegur, begitu juga istri. Akhirnya, kualitas keluarga tersebut menjadi tidak baik.

Oke...sampai sini...manakah yang paling penting? Apakah karir atau keluarga? Bingung untuk menjawabnya karena keduanya sangat penting. Karir penting selain untuk diri kita sendiri dan kemaslahatan orang lain, namun juga penting untuk keluarga. Tanpanya, dengan apa kita bisa beri makan keluarga. Akan tetapi, bila kita terlalu fokus terhadap karir, kita semua bakal tahu apa yang akan terjadi. Keluarga bisa menjadi kurang harmonis. Ujung2nya kalo tidak bisa dipertahankan, menjadi berantakan.

Keluarga juga penting. Alasannya adalah bahwa keluarga bisa menjadi fondasi kesuksesan karir kita. Sukses tidaknya karir kita sangat bergantung kepada dukungan keluarga. Keluarga yang harmonis insya Allah akan membuat sang kepala keluarga sukses di keluarga dan juga karir.

Jadi, manakah yang paling penting? Saya pribadi mengatakan bahwa keluarga bagaimanapun nomor satu. Saya kira sebagian orang akan setuju dengan hal ini.

Kemudian, bagaimana bila seseorang sangat bekerja keras di kantor hingga pulang larut malam, akan tetapi niat dia adalah demi menghidupi keluarga? mengenai pertanyaan ini saya pribadi akan mengatakan tidak masalah SELAMA memang dia bekerja untuk itu dan hasilnya jelas untuk keluarga baik dalam waktu jangka pendek atau jangka panjang. Namun, perlu diingat bahwa berilah kesempatan kepada keluarga untuk bisa memiliki waktu dengan Anda. Bagaimanapun, tidak ada yang bisa menggantikan pentingnya keluarga. Saya teringat dengan pekataan istri saya yang kurang lebih mengatakan seperti ini "Bang, mohon diingat bahwa kantor itu tetap akan mencari penggantinya bila Abang resign atau tidak lagi di kantor itu." Sebuah perkataan yang cukup menggugah hati ini. Ya..memang benar kedudukan kita sebagai kepala keluarga di rumah dan dihadapan anak2 tidak akan tergantikan sekalipun mungkin kita nantinya meninggalkan dunia. Akan tetapi di kantor, bagaimanapun kita bekerja keras dan berjasa terhadap kantor, kantor tetap akan menggantikan kita suatu saat nanti.

Jadi, cobalah kita utamakan keluarga bagaimanapun juga. Karir penting namun keluarga lebih penting. Raihlah kesuksesan dimanapun Anda berada. Namun, jangan lupa dengan keluarga.

Wassalam

Jumat, 10 Oktober 2008

Riba & Kemasukan Syetan

Masuk dunia riset hukum khususnya hukum ekonomi, memberikan saya beberapa hikmah yaitu semakin mendalami hukum, mulai mengerti akan ekonomi, dan yang paling utama adalah semakin ingin membandingan konsep & sistem hukum ekonomi yang ada dengan Al-Quran. Sebagai muslim, saya tidak tahu secara mendalam akan Al-Quran. Namun sebagai peneliti, saya selalu ingin mendalami Al-Quran dan trying to look at condition of law and economy in Indonesia.

Hati saya menjadi penasaran ketika membaca suatu ayat yang inti terjemahannya kurang lebih sbb: "Tidak bisa berdiri dan duduk orang-orang yang memakan riba melainkan berdiri dan duduk seperti kemasukan syetan". Apa makna ayat ini ya (tanya dalam hati saya)? Melamunlah saya sehabis membaca ini...TING...sekejap terpikir apa maksud ayat ini. Saya mencoba menafsirkan dengan sebuah contoh orang yang meminjam ke lembaga keuangan dengan bunga. Bunga itu bagian dari riba dan riba itu haram hukumnya. Barangkali orang yang pinjam uang dia tidak bisa tidur, gelisah, stress dan sebagainya karena takut ditagih atau tidak punya uang untuk mengembalikan walaupun bunganya semakin tinggi. sehingga saya simpulkan waktu itu orang ini seperti kemasukan syetan. Itu kali ya maksudnya (dalam hati saya).

Lalu...saya coba perhatikan bagaimana sistem keuangan dunia ini berjalan. Bunga tetap menjadi instrumen utama dalam setiap transaksi pembiayaan keuangan. bagaiman dengan perbankan syariah? Hmmm.....sepertinya kalo melihat statistik jenis pembiayannya yang masih ke konsumtif atau murabahah...ini sih tidak ada bedanya dengan riba juga walau skenario transaksinya diubah dan dicreate sedemikian rupa.

BRRREEEEEG....Lehman Brothers jatuh..diikuti jatuhnya lembaga keuangan lain. Gara-gara Subprime Mortgage yang katanya bunganya sangat tinggi. Dari sini saya semakin yakin apa maksud ayat di atas. Mudah2an tidak salah apa yang saya yakini. kemasukan syetan disini adalah berlaku bagi semua orang yang memakan riba termasuk peminjam, yang meminjamkan, dan yang mencatatnya (sebagaimana dikategorikan dalam hadits). Mereka semua panik, takut, linglung, bingung dan sebagainya karena uang mereka akan hilang. Semua barang dan properti mereka juga akan hilang karena disita sebagai jaminan. Maksud hati hendak rakus namun terjerumus masuk ke dalam jurang. Dunia tidak bisa digenggam apalagi akhirat.

Benar apa yang dikatakan Quran...hidup itu sebaiknya sederhana...sederhana dalam perbuatan dan perkataan. Memakan dunia tidak akan ada habis-habisnya. Semua kita ini akan kembali ke alam kubur.

Hikmah Lebaran

Lebaran tentunya di mata kita semua memiliki makna masing-masing. Bagi saya, lebaran tahun ini mengandung hikmah mendalam yang saya yakin setiap orang pernah atau akan merasakan suatu saat nanti. Hikmah tersebut antara lain adalah sbb:
  1. Kumpul kembali bersama keluarga besar. Setelah lama tidak bersua, kita tentunya kumpul lagi. Walaupun hanya 1-2 jam bertemu dan kemudian pisah kembali, namun terdapat kesan mendalam bahwa...wah...ternyata anggota keluarga besar bertambah lagi dan punya "saudara" baru lagi. DI satu sisi saya cukup senang. Bagi saya, disamping silaturahmi manfaatnya tapi juga bisa menambah relasi. DI sisi lain, saya cukup sedih karena satu per satu para tetua keluarga sudah meninggal dan yang tersisa hanya beberapa saja. Dahulu saya senang jika para tetua hadir karena rasanya komplet bila kita berkumpul. Namun sekarang...satu per satu mereka telah dipanggil Allah SWT;
  2. Kita akan menggantikan generasi di atas kita. Ini terkait dengan apa yang diungkapkan di atas bahwa suatu hari kita akan menggantikan para tetua keluarga. Kita akan beranjak tua dan akan menjad panutuan oleh generasi keluarga di bawah kita. Hikmah yang dipetik adalah kedewasaan adalah keniscayaan. Generas di bawah kita sangat tergantung kepada kita sendiri;
  3. Sepinya perasaan menjadi orang tua. INi benar. Mungkin kita semua memperhatikan betapa orang yang lanjut usia atau orang tua akan merasa sepi di hari lanjutnya. Masa muda telah ditinggalkan. Kawan-kawan, saudara, relasi, sahabat entah dimana lagi sekarang. Apakah masih ada atau sudah tiada. Bilapun bertemu, sungguh rasanya kangen dan rindu tidak ingin berpisah. Air mata menjadi pembuka dan penutup pertemuan dengan kawan2, sahabat, dan saudara para orang yang lanjut usia. Itulah hikmah yang saya petik ketika mengiringi orang tua saya bertemu dengan sepupunya. Rasa haru, sedih dan senang mengiringi pertemuan orang tua saya dan sepupunya.
Kini...lebaran telah berlalu. Kita kembali ke kehidupan dunia yang penuh sesak dengan rutinitas aktivitas sehari2. Tentunya, ingatan kita kepada keluarga dan hikmah yang mungkin kita peroleh saat Lebaran tidak hilang. Satu hal yang perlu kita ingat adalah "utamakan keluarga". Keluargalah inspirasi kesuksesan dan kesehatan kita semua.

Bagaimana dengan Anda? Mudah2an pernah mengalamai perasaan dan hikmah yang saya rasakan juga. Semoga Allah SWT selalu memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Amiiiin.

Kamis, 11 September 2008

PERPRES DNI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEPEMILIKAN ASING

ATAS SAHAM EMITEN

Oleh Muhammad Faiz Aziz (Peneliti CFISEL)


A. Terbitnya UU Penanaman Modal dan Perpres DNI

Tahun 2007 lalu Undang-undang Penanaman Modal yang baru terbit yaitu UU No. 25 Tahun 2007. Sudah setahun lebih regulasi mengenai investasi diundangkan dan membawa perubahan baru dalam rezim penanaman modal di Indonesia. UU ini menggantikan UU yang lama yang terbit di era Orde Baru yang membedakan pengaturan terhadap penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri.[1] UU Penanaman Modal tidak membedakan dua jenis penanaman modal itu lagi.

Salah satu hal yang diatur di dalam UU Penanaman Modal tersebut adalah mengenai bidang usaha yang terbuka, terbuka dengan persyaratan dan tertutup sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 12. Pengaturan mengenai hal ini kemudian diatur lebih lanjut oleh Peraturan Presiden (Perpres) yaitu Perpres No. 76/2007 dan Perpres No. 77/2007 yang kemudian direvisi dengan Perpres No. 111/2007, dan kemudian dikenal dengan Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI).[2] Namun, Perpres ini masih dianggap belum sempurna dan memicu banyak komentar atau pendapat tidak puas khususnya di kalangan pelaku usaha terutama mengenai maksimal kepemilikan modal asing di sektor tertentu.[3] Walaupun ada perubahan atau revisi atas pengaturan namun tetap dirasa kurang oleh para pelaku usaha.

Pihak yang paling terpengaruh atas keluarnya Perpres ini adalah Emiten yang saham-sahamnya dimiliki oleh asing yang melebihi dari ketentuan maksimal di dalam Perpres DNI. Misalnya adalah saham-saham perusahaan telekomunikasi dan kesehatan. Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa maksimal kepemilikan asing dalam perusahaan telekomunikasi fixed line adalah 49 %.[4] Kemudian maksimal kepemilikan asing dalam perusahaan telekomunikasi seluler adalah 65 %.[5] Lebih parah lagi, masih dalam sektor yang sama, kepemilikan asing terhadap BTS yang pada Perpres DNI tidak diatur, kemudian diatur batasan maksimal kepemilikannya melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 yang melarang investasi asing di bisnis penyedia menara telekomunikasi. Dalam Pasal 5 peraturan tersebut dinyatakan, penyedia menara, pengelola menara atau kontraktor menara adalah badan usaha yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri.[6] Disamping sektor telekomunikasi, ada juga sektor farmasi misalnya yang dibatasi kepemilikan asingnya dari 100 % menjadi 75 %.[7] Bahkan, sebelum aturan ini keluar terdapat usulan dari Departemen Kesehatan bahwa maksimal kepemilikan asing di perusahaan farmasi adalah 49 %.[8]

Terlepas dari jumlah batasan dan sektor di atas, apa dampak hukum dari penerbitan Perpres DNI ini terhadap saham-saham Emiten yang dikuasai oleh asing saat ini? Apakah pihak asing harus melepaskan saham-sahamnya apabila kepemilikannya di atas batasan maksimal kepemilikan? Apabila pihak asing menjual saham-saham tersebut ke pasar hingga kurang dari ketentuan batas maksimum dan kemudian membeli lagi sampai jumlah yang sama dengan sebelum dijual, apakah hal itu diperbolehkan? Selanjutnya dan ini cukup penting bahwa dalam penjelasan pasal 2 UU Penanaman Modal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal” di semua sektor di wilayah RI adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio. Lalu, di Perpres 77/2007 yang direvisi dengan Perpres 111/2007 disebutkan bahwa persyaratan kepemilikan modal dalam bidang usaha terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi investor (khususnya investor asing sebelum melakukan kegiatan investasi). Terkait dengan ini, apakah UU Penanaman Modal dan Perpres DNI ini pada hakikatnya berlaku bagi pemegang saham asing Emiten? Hal ini penting untuk dilihat dan dikaji demi kepastian hukum bagi investor sehingga tidak membingungkan dan mengkhawatirkan mereka.

Namun, sebelum menjawab persoalan di atas lebih mendalam, kita perlu melihat dulu beberapa ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan penanaman modal yang baru terkait dengan masalah batasan kepemilikan asing di atas. Setelah itu, kita coba jawab persoalan di atas berdasarkan ketentuan tersebut.

B. Ketentuan terkait dengan batasan kepemilikan asing

Perlu diperhatikan bahwa ketentuan terkait dengan batasan kepemilikan asing dalam pembahasan ulasan transaksi ini hanyalah dibatasi pada peraturan perundang-undangan penanaman modal yang baru. Pengaturan batasan ini umumnya telah ada dalam peraturan tersendiri di masing-masing sektor sebelum Perpres DNI dibuat, dan Perpres DNI sebenarnya banyak mendasarkan aturan kepemilikan modal pada peraturan-peraturan masing-masing sektor tersebut.

Ada sejumlah pasal yang terkait dengan masalah kepemilikan asing dalam hubungannya dengan saham asing di emiten pasar modal baik langsung maupun tidak langsung, yaitu sebagai berikut:

1. Ketentuan terkait langsung

a. Pasal 12 ayat (1) huruf c Perpres 76/2007 jo. Pasal 2 ayat (1) Perpres No. 77/2007. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan yaitu bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi), bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. Lebih lanjut, dalam ayat (4) pasal 12 Perpres 76/2007 disebutkan lagi bahwa bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanam modal.

b. Pasal 5 Perpres 111/2007. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Presiden ini (yaitu mengenai bidang usaha yang tertutup dan syarat bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan-red.) tidak berlaku bagi penanaman modal yang telah disetujui pada bidang usaha tertentu sebelum Peraturan Presiden ini ditetapkan, sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan, dan perubahannya apabila ada.

c. Pasal 33 UU Penanaman Modal. Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain (ayat 1). Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.

2. Ketentuan tidak terkait langsung

a. Penjelasan pasal 2 UU Penanaman Modal. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal di semua sektor wilayah negara Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

b. Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa persyaratan mengenai bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi penanam modal (khususnya penanam modal asing sebelum melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia).

C. Dampak Perpres DNI terhadap pemegang saham asing Emiten

Dari ketentuan yang dikemukakan di atas, kemudian kita bisa jawab pertanyaan-pertanyaan di atas sebagai permasalahan atas DNI ini. Pertanyaan pertama, apa dampak hukum dari penerbitan Perpres DNI ini terhadap saham-saham Emiten yang dikuasai oleh asing saat ini dan apakah pihak asing harus melepaskan saham-sahamnya apabila kepemilikannya di atas batasan maksimal kepemilikan? Kemudian, pertanyaan kedua yaitu apabila pihak asing menjual saham-saham tersebut ke pasar hingga kurang dari ketentuan batas maksimum dan kemudian membeli lagi sampai jumlah yang sama dengan sebelum dijual, apakah hal itu diperbolehkan? Selanjutnya dan ini cukup penting bahwa dalam penjelasan pasal 2 UU Penanaman Modal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal” di semua sektor di wilayah RI adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio. Lalu, di Perpres 77/2007 yang direvisi dengan Perpres 111/2007 disebutkan bahwa persyaratan kepemilikan modal dalam bidang usaha terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi investor (khususnya investor asing sebelum melakukan kegiatan investasi). Terkait dengan ini, pertanyaan ketiga timbul yaitu apakah UU Penanaman Modal dan Perpres DNI ini pada hakikatnya berlaku bagi pemegang saham asing Emiten? Hal ini penting untuk dilihat dan dikaji demi kepastian hukum bagi investor sehingga tidak membingungkan dan mengkhawatirkan mereka.

Dari 3 (tiga) pertanyaan di atas, sebelum menjawab pertanyaan atau permasalahan pertama dan kedua, ada baiknya bila menjawab langsung pertanyaan yang ketiga yaitu apakah UU Penanaman Modal dan Perpres DNI ini pada hakikatnya berlaku bagi pemegang saham asing Emiten? Jawabannya adalah tidak. Mengapa? Kita harus lihat pada penjelasan Pasal 2 UU Penanaman Modal dan Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 Tahun 2007. Dalam penjelasan pasal 2 di atas disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan “penanaman modal di semua sektor wilayah negara Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.[9] Kemudian, di dalam pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 tahun 2007 disebutkan bahwa persyaratan mengenai bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi penanam modal (khususnya penanam modal asing sebelum melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia).[10] Dengan demikian, pada hakikatnya Perpres DNI yang diterbitkan oleh Presiden tidak berlaku terhadap penguasaan asing atas saham-saham Emiten. Alasannya adalah saham-saham Emiten bukan termasuk penanaman modal langsung akan tetapi bersifat tidak langsung. Selanjutnya, persyaratan mengenai bidang usaha terbuka dengan persyaratan yang salah satu poinnya meliputi masalah kepemilikan modal adalah persyaratan dalam rangka membentuk badan usaha atau badan hukum baru, dan bukan dalam rangka pembelian saham-saham Emiten oleh pihak asing. Sehingga, dalam hal ini (sekali lagi) pihak asing pada hakikatnya tidak terpengaruh dengan Perpres DNI tersebut.

Dengan demikian, oleh karena pemegang saham asing di Emiten tidak terpengaruh dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal ini, maka pihak asing tidak berkewajiban untuk melepas atau menjual (divestasi) kepemilikan sahamnya kepada investor lokal. Lagipula, hal ini sebenarnya sudah dijamin melalui pasal 5 Perpres 111/2007 dimana ketentuan mengenai DNI tidak berlaku bagi penanaman modal yang disetujui pada bidang usaha tertentu sebelum Perpres ini terbit sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuannya dan perubahannya bila ada.[11] Kemudian, bila pihak asing menjual saham-sahamnya kepada pihak lain hingga katakanlah dibawah ketentuan maksimal kepemilikan sebagaimana ditentukan di dalam Perpres, terus pemegang saham tersebut membeli kembali dalam jangka waktu tertentu maka pemegang saham tersebut masih tetap dapat membeli kembali keseluruhan saham yang sebelumnya dijual. Ini secara tidak langsung sudah menjawab pertanyaan pertama dan kedua di atas.

D. Usulan bagi Pemerintah

Dengan melihat secara hukum di atas bagaimana tidak terpengaruhnya pihak asing yang menguasai saham-saham Emiten sehubungan terbitnya Perpres DNI, hal ini secara tidak langsung telah membuka kelemahan pemerintah yang “lalai” melihat ke arah sini. Mengingat kelemahan tersebut, seyogyanya pemerintah memperluas pengaturan DNI-nya termasuk ke masalah kepemilikan modal yang saham-sahamnya diperdagangkan di bursa efek, sehingga dalam jangka panjang tidak merugikan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Jangan sampai harus terjadi kasus terlebih dahulu, baru kita menyadari akan “kelalaian” ini. Biaya sosial akibat “kelalaian” ini yang akan ditanggung tentunya akan lebih mahal ketimbang bila kita pertimbangkan sekarang.

Bagi para pelaku usaha dan pemegang saham asing, sudah seharusnya untuk tidak mengambil “kelalaian” ini sebagai sebuah kesempatan untuk semakin menguasai aset-aset atau mayoritas kepemilikan saham suatu Emiten. Akan tetapi, ikuti apa yang sudah diatur oleh UU Penanaman Modal dan Perpres DNI. Dengan demikian, pelaku usaha ataupun pemegang saham asing tidak tersangkut masalah di kemudian hari. (MFA)



[1] Rezim UU Penanaman Modal yang lama meliputi UU No. 1 Tahun 1967 yang kemudian diubah dengan UU No. 11 Tahun 190 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 6 Thaun 1968 yang kemudian diubah dengan UU No. 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

[2] Perpres No. 76/2007 adalah tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Perpres No. 77/2007 adalah tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Sedangkan, Perpres No. 111/2007 adalah tentang Perubahan atas Perpres No. 77/2007 di atas.

[3] Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia M.S. Hidayat dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa daftar negatif investasi (DNI) yang aturannya telah diterbitkan masih mengandung beberapa hal yang tidak jelas (grey area) dan memungkinkan terjadinya praktek bisnis ilegal. Lihat KADIN: DNI Masih Memiliki Area Abu-abu, http://www.kapanlagi.com/h/0000179879.html, diakses 23 April 2008.

[4] Lihat Lampiran II huruf c Kepemilikan Modal nomor 44 a Perpres No. 111/2007.

[5] Lihat Lampiran II huruf c Kepemilikan Modal nomor 44 c Perpres No. 111/2007.

[6] Pasal 5 Permenkominfo No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008.

[7] Lihat Lampiran II huruf c Kepemilikan Modal nomor 19 Perpres No. 111/2007.

[8] Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjuntak mengatakan Peraturan Pemerintah No. 111/2007 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan untuk Penanaman Modal Asing, sangat tidak kondusif bagi industri farmasi. Menurut dia, untuk membangun satu fasilitas produksi farmasi membutuhkan dana besar dan sulit mendapatkan rekanan kerja yang mau berinvestasi dengan kepemilikan saham 25% dan mampu menjaga kerahasian produk terkait dengan hak kekayaan intelektual. Kemudian, Hans-Josef Schill dari European Chamber of Commerce mengatakan tujuan perusahaan farmasi asing khususnya asal Eropa beroperasi di Indonesia adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, tidak hanya mencari keuntungan. "Kami sangat mengharapkan pemerintah mengembalikan aturan investasi asing di sektor farmasi kembali seperti dahulu, karena untuk berinvestasi di sektor usaha ini dibutuhkan dana besar," tuturnya. Staf ahli Menkes Naydial Roesdal mengatakan aturan pembatasan investasi asing di industri farmasi didorong oleh keinginan untuk meningkatkan peranan farmasi lokal di dalam negeri. "Pada awalnya Depkes menghendaki agar kepemilikan asing dibatasi hanya 49%, tetapi disepakai 75%. Menurut kami, besaran itu [75%] sudah mencukupi," ujarnya. Lihat Daftar Negatif Investasi Surutkan Pemodal Farmasi Asing, http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/manufaktur/1id49709.html, diakses pada tanggal 23 April 2008.




[9] Lihat Penjelasan Pasal 2 UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.

[10] Lihat Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 Tahun 2007.

[11] Pasal 5 Perpres No. 111 Tahun 2007. Lebih lanjut, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan aturan mengenai daftar bidang usaha tertutup dan terbuka dengan syarat tidak akan berlaku surut. "Ini tidak berlaku surut, untuk perusahaan yang sudah ada dan sudah setengah jalan perizinannya, itu (aturannya) tidak berlaku, dia hanya berlaku bagi (investasi) yang baru," kata Mendag dalam jumpa pers sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2007 dan Nomor 77 Tahun 2007 di Jakarta, Rabu. Dengan aturan tersebut, jika perusahaan asing selama ini sudah memiliki saham lebih dari yang ditetapkan maka perusahaan tersebut berhak untuk mempertahankan tingkat kepemilikannya. Sebagai contoh, jika Telekom Malaysia (TM) yang memiliki sekitar 70 saham PT Excelkomindo berniat menjual saham kepada perusahaan yang masih berafiliasi dengan TM masih diperbolehkan asalkan tindakan tersebut tidak membuat TM memiliki kepemilikan lebih dari 70. Lihat Daftar Negatif Investasi Tidak Berlaku Surut, (Berita Edisi Kamis, 5 Juli 2007), http://www.kapanlagi.com/h/0000179874.html, diakses tanggal 23 April 2008.

TULISAN INI DIPUBLIKASIKAN DALAM JURNAL HUKUM & PASAR MODAL EDISI NO. 4 AGUSTUS-DESEMBER 2008

[2008-09-10 09:19:25]
Buku Pilihan PERADI: 'Manajemen Kantor Advokat di Indonesia'

Di antara banyak kantor advokat yang beroperasi di Indonesia, ternyata hanya sedikit saja yang mampu bertahan melewati masa satu dasawarsa. Kantor advokat-kantor advokat yang termasuk kelompok itu diantaranya Mochtar Karuwin & Komar (MKK), Lubis Ganie Surowidjojo (LGS), Ali Budiarjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR), Makarim Taira S, Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP), dan Soemadipraja & Taher (S&T).

Demikian antara lain ditulis Wahyuni Bahar, pemilik kantor advokat Bahar & Partners dalam buku “Manajemen Kantor Advokat di Indonesia” yang diterbitkan Centre For Finance, Investment and Securities Law (CFISEL). Menurut Bahar, kantor-kantor hukum besar tersebut tetap eksis selama puluhan tahun dan berhasil mengatasi berbagai tantangan internal dan eksternal.

Manajemen-Cfisel.jpg

Manajemen Kantor Advokat di Indonesia

Editor: Wahyuni Bahar, Muhammad Faiz Aziz, Andos Lumbantobing.

Penerbit: Centre For Finance, Investment and Securities Law (CFISEL), 2007

Tebal: vi + 144 halaman

Dalam makalahnya yang diberi judul “Perencanaan Strategis Kantor Hukum” Bahar lebih menekankan manajemen kantor advokat dari sisi perencanaan. Selain Bahar, terdapat sembilan advokat lain yang sebagian berasal dari kantor advokat-kantor advokat besar seperti disebutkan di atas antara lain, Abdul Haris M. Rum (LGS), Rahmat S. S. Soemadipraja (S&T), Sri Indrastuti Hadiputranto (HHP), dan Rahayuningsih Hoed (Makarim Taira S).

Selain para advokat di atas, buku tersebut juga menampilkan makalah-makalah dari beberapa advokat senior lainnya seperti Achmad Zen Umar Purba (ABNR), Felix Oentoeng Soebagjo (Soebagjo, Jatim & Djarot), dan Denny Kailimang (Kailimang & Ponto). Ada pula makalah mengenai “Sistem Informasi Lawfirm” dari Pemimpin Redaksi situs berita hukum Hukumonline.com, Ibrahim Assegaf.

Buku ini merupakan kumpulan makalah yang disusun oleh para advokat yang menyampaikan materi dalam kegiatan Pendidikan Hukum Berkelanjutan yang digelar CFISEL bekerja sama dengan PERADI pada 21-22 November 2006. Karena itulah, sebagian besar, kalau enggan mengatakan semua, pemaparan beragam topik dalam buku ini hanya secara garis besar.

Meski tidak menyajikan uraian secara mendalam mengenai manajemen kantor advokat, buku ini dapat menjadi salah satu referensi untuk mengintip bagaimana “dapur” kantor advokat-kantor advokat besar di Jakarta dikelola. Seperti ditulis dalam kata pengantar buku ini, pada umumnya sebagian advokat yang memiliki kantor advokat tidak ingin “rahasia dapurnya” diketahui orang lain, khususnya advokat lain sebagai kompetitor.

Bagi yang ingin memiliki buku ini dapat langsung menghubungi CFISEL dengan alamat Puri Imperium Office Plaza, Unit LG. 37, Lt. Lower Ground, Jl. Kuningan Madya Kav. 5-6, Jakarta 12980, no. tlp. (021) 831 1307, faks. (021) 8378 5714.

Resensi

Kiat-Kiat Mengelola Firma Hukum Anda
[12/3/08]

Jangan sampai muncul pandangan negatif: partner enak-enak, associate disuruh kerja terus.

Para pengacara boleh saja mengagumi karya-karya William Shakespeare. Tetapi dalam karya penyair asal Inggris itu, pengacara adalah profesi yang paling dibenci. Tindakan yang pertama layak dilakukan adalah membunuh semua pengacara. The first thing we do, let’s kill all the lawyers!

Bagi Achmad Zen Umar Purba, pernyataan Shakespeare bisa mengandung dua arti. Pertama, kurangnya pengetahuan masyarakat sehingga menganggap advokat sering membuat gaduh. Kedua, bisa juga karena rasa kagum masyarakat terhadap profesi ini sehingga banyak orang tua yang mengharapkan anaknya kelak menjadi pengacara.

Masih belum lekang pandangan pada sebagian anggota masyarakat bahwa kalau mau hidup berlimpah harta maka jadilah seorang advokat. Gaya hidup segelintir advokat semakin mendukung asumsi itu: mengenakan pakaian merek ternama, mengendarai mobil berharga selangit, dan menenteng hape tercanggih. Kesannya, bekerja menjadi advokat bisa menghasilkan uang dengan mudah. Bahwa yang dibela adalah orang yang diduga melakukan korupsi, itu lain soal. Toh, si advokat bisa dengan mudah mematahkan pandangan itu dengan argumen menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah.

Tetapi sebenarnya, kehidupan advokat tidak semanis dan segampang yang dibayangkan. Apalagi kalau si advokat mengelola sebuah firma hukum berskala besar. Ada banyak hal yang musti disiapkan sejak awal. Mendapatkan klien memang penting, namun mengelola jalannya firma hukum tidak kalah pentingnya. “Untuk mengelola suatu lawfirm bukanlah suatu hal yang mudah,” papar Sri Indratuti Hadiputranto (hal.106).

Persiapan yang matang, termasuk mengatur detail hal-hal kecil, turut menentukan kelanggengan suatu firma hukum. Karena itu, pendiri atau partner lawfirm perlu menguasai ilmu manajemen. Di Amerika Serikat, sudah biasa sebuah kantor hukum berusia lebih dari satu abad meskipun para pendiri dan partners-nya sudah gonta ganti. Sebaliknya, di Indonesia masih jarang ditemukan kantor advokat yang bertahan dalam waktu yang lama. Bisa jadi penyebabnya karena firma hukum tersebut tidak dikelola dengan baik.

Manajemen kantor hukum sebenarnya bukan hanya bertujuan melanggengkan usaha. Ia juga bertujuan untuk memastikan tersedianya pelayanan jasa profesional hukum yang andal (hal. 4). Pengelolaan memang sangat tergantung pada tipologi kantor hukum. Kalau bentuknya praktisi tunggal (sole practitioner), tentu saja relatif gampang karena organisasi yang harus dikelola begitu ramping. Beda halnya kalau firma hukum sudah berukuran menengah hingga kantor besar dengan jumlah advokat di atas 75 orang.

Pengelolaan firma hukum besar dengan sistem partnership terbuka tentu membutuhkan manajemen yang lebih rumit. Misalnya, bagaimana mengatur modal, sumber daya manusia, kepengurusan, kompensasi atas pekerjaan dan pembagian fee, hingga hal-hal detail seperti jam kantor dan hubungan dengan klien.

Nah, buku ini mencoba menjawab rasa ingin tahu para advokat tentang hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan dalam mengelola sebuah firma hukum. Buku bersampul putih hijau ini sebenarnya merupakan kumpulan makalah-makalah yang disajikan pada Pendidikan Hukum Lanjutan Advokat (Continuing Legal Education) yang diselenggarakan Center for Finance, Investment and Securities Law (CFISEL) dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Jakarta, dua tahun silam.

Ada sebelas makalah yang disajikan dan dituangkan ke dalam buku ini. Meskipun berupa kompilasi makalah, salah satu kelebihannya adalah materi yang disajikan beragam dan penyajinya kebanyakan adalah praktisi alias advokat yang bekerja di kantor hukum ternama. Sehingga, sayang kalau kompilasi ini tak dibaca secara lengkap.

Manajemen Kantor Advokat di Indonesia

(Lawfirm Management in Indonesia)

Editor : Wahyuni Bahar, M. Faiz Azis, dan Andos Lumbantobing

Penerbit : Center for Finance, Investment and Securities Law (CFISEL), Jakarta.

Terbit : 2007

Halaman : 144 + vi, termasuk index.

Mari kita mulai dari perencanaan. Wahyuni Bahar, penulis sekaligus salah seorang editor buku ini, menguraikan pentingnya menyusun rencana strategis firma hukum. Ketika mendirikan firma hukum, yang terbersit di benak sebagian orang mungkin adalah keuntungan. Wahyuni Bahar, managing partner pada Bahar & Partners mengingatkan kita agar tak melulu memikirkan profitabilitas, tetapi juga faktor lain yang ikut mendukung kesuksesan firma.

Achmad Zen Umar Purba dari Ali, Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) menyinggung pentingnya tata kelola sekutu. Dalam konteks ini, pengelola firma hukum jangan melupakan persoalan modal, sumber daya manusia, dan tentu saja pajak! Tetapi jangan pula melupakan tujuan pendirian firma tersebut. Sri Indriastuti Hadiputranto, pendiri sekaligus Senior Partner pada Hadiputranto, Hadinoto & Partners menegaskan bahwa seluruh awak firma mestinya paham tujuan yang hendak dicapai (hal. 102). Menurut Ira A. Eddymurthy, kontributor utama terhadap pencapaian tujuan itu adalah manajemen sumber daya manusia (hal. 33).

Tentu saja, pengendalian mutu layanan jasa hukum mutlak dilakukan, terutama demi kelangsungan nyawa firma hukum bersangkutan. Advokat boleh saja gonta ganti dari firma, suksesi jalan terus. Yang penting dijaga, menurut Todung Mulya Lubis adalah kepercayaan atau trust (hal. 98). Untuk menjaga kepercayaan, khususnya dari klien, pengelola firma hukum kudu mendalami strategi pemasaran. ‘Mendapatkan klien baru tidaklah mudah, dan mempertahankan klien yang ada lebih dulit,’ begitu kata Felix Oentoeng Soebagjo (hal. 73).

Lalu, bagaimana agar hubungan kedua belah pihak menjadi langgeng? Berikanlah layanan yang handal kepada klien. Sebisa mungkin informasi yang dibutuhkan klien selalu tersedia dalam waktu yang cepat. Jadi, pengelola firma hukum harus tahu informasi apa saja yang dibutuhkan, tahu tujuan membangun sistem informasi itu, serta mengelola harapan (managing expectation) baik hasil maupun kinerja sistem informasi.

Profesi pengacara sebenarnya belum tentu lebih dahulu mengenai kasus dan hukum dibanding orang lain. Cuma, acapkali advokat lebih tahu dimana menemukan hukum dan celah-celahnya. ‘Siapapun dapat membaca dan memahami suatu peraturan, namun hanya advokat yang dapat menemukan hukum dari beragam peraturan, yurisprudensi maupun doktrin,” tulis Ibrahim Assegaf (hal. 70).

Buku ini layak dibaca terutama oleh mereka yang mengelola firma hukum atau berniat mendirikan kantor serupa. Penting dicatat, kehadiran buku ini patut disambut ditengah minimnya referensi tentang manajemen kantor advokat di Indonesia. Kebutuhan akan referensi sejenis terus tumbuh seiring berkembangnya jumlah kantor advokat di Tanah Air. Yang jelas, buku terbitan CFISEL ini menyajikan hal-hal apa yang perlu Anda persiapkan dalam mendirikan dan mengelola firma hukum. Detailnya, silahkan dibaca!

(Mys)

URL: http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=18736&cl=Resensi


Mengenal Aturan Tender Offer Teranyar
Diskusi Terbatas Hukumonline:

[23/7/08]

Diskusi revisi aturan tender offer mendapat antusias dari para peserta. Diskusi terbatas ini diharapkan bisa membuka ruang bagi publik untuk melihat kelebihan dan kekurangan aturan tersebut.

Luar biasa. Ucapan itu tak berlebihan jika melihat antusiasme calon peserta yang ingin mengikuti Diskusi Terbatas bertajuk “Revisi Aturan Tender Offer” yang diadakan Hukumonline. Bayangkan, jumlah peserta yang ingin mengikuti acara ini membludak dari kuota yang sudah ditetapkan panitia. Dengan sangat menyesal akhirnya panitia memberlakukan daftar tunggu (waiting list) bagi calon peserta yang mendaftar belakangan.

Memang, Hukumonline menggelar diskusi ini tak gede-gede amat. Namanya juga diskusi terbatas. Namun isu yang diusung cukup membuat hasrat para pelaku usaha dan terutama konsultan hukum pasar modal ingin tahu revisi aturan yang dibuat oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) ini. Benar saja, hampir mayoritas peserta yang mengikuti diskusi adalah partners di sejumlah kantor hukum ternama.

Calon peserta tentu saja tertarik dengan diskusi ini. Selain isunya yang sedang hangat, diskusi santai tapi serius yang bertempat di Daniel S. Lev Library hari Kamis lalu (17/7), juga menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya. Mereka ada Felix Oentoeng Soebagjo dan Yanuar Rizky. Siapa yang tak kenal keduanya. Felix adalah Ketua Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) yang sudah puluhan tahun berkecimpung di ranah hukum pasar modal Indonesia.

Sementara, Yanuar adalah pengamat pasar modal yang kerap mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah di sektor bursa nasional. Diskusi semakin dihidupkan oleh Muhammad Faiz Aziz, peneliti dari Center for Finance, Investment and Securities Law (CFISEL) yang bertindak sebagai moderator yang memandu acara ini.

Diskusi yang berlangsung sekitar dua jam ini dibuka oleh Pimimpinan Perusahaan Hukumonline Andika Gunadarma. Diantara 27 peserta diskusi, nampak ikut sebagai peserta diskusi pendiri Hukumonline Ahmad Fikri Assegaf. Diharapkan dengan diskusi ini, para peserta dapat memahami isi dari aturan tender offer Nomor IX.H.1 tanggal 30 Juni 2008 tersebut. Sehingga akan terlihat kelebihan dan kekurangan dari peraturan tersebut.

Bukti antusiasme peserta juga nampak dari banyaknya pertanyaan ditanyakan kepada narasumber. Meski tidak menghadirkan pihak dari Bapepam-LK, namun Felix selalu tanggap dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Sementara Yanuar dengan kritik-kritik pedasnya menunjukan setiap beleid yang dirasa kurang pas bagi kondisi pasar modal di Tanah Air, sehingga jalannya diskusi semakin hangat.

Yang jelas, diskusi ini merupakan satu dari sekian banyak diskusi bulanan yang telah diselenggarakan Hukumonline. Sebagai media online yang peduli terhadap perkembangan hukum, Hukumonline senantiasa mewadahi segala bentuk kegiatan yang terkait dengan hukum.

Dunia hukum memang dinamis. Untuk itu Hukumonline selalu berkomitmen melayani publik seiring dengan kebutuhan atas kepastian hukum dan kepentingan mendapatkan informasi akurat yang semakin penting dan relevan. Semua itu kami anggap sebagai tugas dalam menyediakan akses yang terpercaya bagi segenap pelanggan dan pengguna kami. Salah satunya melalui forum diskusi. Jadi, silahkan tunggu diskusi-diskusi kami berikutnya.

(Red)

UKM Harus ke Pasar Modal
Sebanyak 2.000 Perusahaan Layak "Go Public"
Selasa, 11 Maret 2008 | 00:42 WIB

Jakarta, Kompas - Usaha kecil dan menengah di Indonesia sebaiknya tidak lagi hanya mencari sumber pembiayaan dari institusi perbankan. Sekalipun masih memiliki banyak kelemahan dan kendala, sudah saatnya UKM memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sandiaga Uno seusai menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan Centre for Finance, Investment and Securities Law (CFISEL), Senin (10/3) di Jakarta. Ketiga institusi ini bekerja sama melakukan riset independen mengenai pemanfaatan pasar modal sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi pelaku UKM.

Sandiaga mengatakan, institusi perbankan tidak lagi dapat terlalu diandalkan karena selama ini hanya menyentuh sebagian kecil UKM di Indonesia. ”Untuk mengembangkan usaha, sudah saatnya UKM masuk ke pasar modal,” kata Sandiaga.

Menurut dia, dari sekitar 40 juta UKM di Indonesia, 2.000 perusahaan sudah layak masuk menjadi perusahaan publik tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Nilai aktiva 2.000 perusahaan itu berada pada kisaran Rp 25-50 miliar.

Contoh negara maju

Peneliti dari CFISEL, M Faiz Aziz, mengatakan bahwa memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan sudah lama dilakukan UKM di sejumlah negara maju. Misalnya, Kanada dengan bursa bernama TSX Venture Exchange yang merupakan anak perusahaan dari Toronto Stock Exchange serta Inggris dengan Investment Market yang merupakan anak perusahaan dari London Stock Exchange.

Berbeda dengan Indonesia, di kedua bursa di atas, kata Faiz, hampir tidak ada persyaratan yang berat bagi UKM untuk bisa masuk ke pasar modal, seperti harus mencatat laba selama dua tahun berturut-turut atau harus memiliki aset dalam jumlah tertentu. Untuk masuk ke pasar modal, UKM di Inggris dan Kanada cukup menggunakan jasa nominated advisor—sejenis underwriter atau penjamin emisi efek.

Nominated advisor ini akan memberikan petunjuk dan nasihat tentang apa yang harus dilakukan UKM. Rekomendasi dari nominated advisor juga menjadi kunci kepercayaan masyarakat terhadap saham UKM tersebut.

Presiden Direktur BPUI Boyke W Mukijat menambahkan, Indonesia memiliki potensi UKM yang cukup besar. Karena itu, perlu dipelajari mekanisme masuknya UKM ke pasar modal luar negeri dan lantas disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

Direktur Utama BEI Erry Firmansyah menyambut baik jika UKM memiliki keinginan untuk masuk bursa. Menurutnya, BEI telah menyediakan tempat bagi perusahaan skala menengah ke bawah untuk tercatat di papan pengembangan. Papan Pengembangan adalah papan untuk mencatatkan saham dari perusahaan yang memiliki aktiva bersih berwujud minimal Rp 5 miliar dan memiliki pengalaman operasional minimal 12 bulan. (REI)


URL: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/03/11/00421150