Kamis, 11 September 2008

PERPRES DNI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEPEMILIKAN ASING

ATAS SAHAM EMITEN

Oleh Muhammad Faiz Aziz (Peneliti CFISEL)


A. Terbitnya UU Penanaman Modal dan Perpres DNI

Tahun 2007 lalu Undang-undang Penanaman Modal yang baru terbit yaitu UU No. 25 Tahun 2007. Sudah setahun lebih regulasi mengenai investasi diundangkan dan membawa perubahan baru dalam rezim penanaman modal di Indonesia. UU ini menggantikan UU yang lama yang terbit di era Orde Baru yang membedakan pengaturan terhadap penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri.[1] UU Penanaman Modal tidak membedakan dua jenis penanaman modal itu lagi.

Salah satu hal yang diatur di dalam UU Penanaman Modal tersebut adalah mengenai bidang usaha yang terbuka, terbuka dengan persyaratan dan tertutup sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 12. Pengaturan mengenai hal ini kemudian diatur lebih lanjut oleh Peraturan Presiden (Perpres) yaitu Perpres No. 76/2007 dan Perpres No. 77/2007 yang kemudian direvisi dengan Perpres No. 111/2007, dan kemudian dikenal dengan Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI).[2] Namun, Perpres ini masih dianggap belum sempurna dan memicu banyak komentar atau pendapat tidak puas khususnya di kalangan pelaku usaha terutama mengenai maksimal kepemilikan modal asing di sektor tertentu.[3] Walaupun ada perubahan atau revisi atas pengaturan namun tetap dirasa kurang oleh para pelaku usaha.

Pihak yang paling terpengaruh atas keluarnya Perpres ini adalah Emiten yang saham-sahamnya dimiliki oleh asing yang melebihi dari ketentuan maksimal di dalam Perpres DNI. Misalnya adalah saham-saham perusahaan telekomunikasi dan kesehatan. Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa maksimal kepemilikan asing dalam perusahaan telekomunikasi fixed line adalah 49 %.[4] Kemudian maksimal kepemilikan asing dalam perusahaan telekomunikasi seluler adalah 65 %.[5] Lebih parah lagi, masih dalam sektor yang sama, kepemilikan asing terhadap BTS yang pada Perpres DNI tidak diatur, kemudian diatur batasan maksimal kepemilikannya melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 yang melarang investasi asing di bisnis penyedia menara telekomunikasi. Dalam Pasal 5 peraturan tersebut dinyatakan, penyedia menara, pengelola menara atau kontraktor menara adalah badan usaha yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri.[6] Disamping sektor telekomunikasi, ada juga sektor farmasi misalnya yang dibatasi kepemilikan asingnya dari 100 % menjadi 75 %.[7] Bahkan, sebelum aturan ini keluar terdapat usulan dari Departemen Kesehatan bahwa maksimal kepemilikan asing di perusahaan farmasi adalah 49 %.[8]

Terlepas dari jumlah batasan dan sektor di atas, apa dampak hukum dari penerbitan Perpres DNI ini terhadap saham-saham Emiten yang dikuasai oleh asing saat ini? Apakah pihak asing harus melepaskan saham-sahamnya apabila kepemilikannya di atas batasan maksimal kepemilikan? Apabila pihak asing menjual saham-saham tersebut ke pasar hingga kurang dari ketentuan batas maksimum dan kemudian membeli lagi sampai jumlah yang sama dengan sebelum dijual, apakah hal itu diperbolehkan? Selanjutnya dan ini cukup penting bahwa dalam penjelasan pasal 2 UU Penanaman Modal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal” di semua sektor di wilayah RI adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio. Lalu, di Perpres 77/2007 yang direvisi dengan Perpres 111/2007 disebutkan bahwa persyaratan kepemilikan modal dalam bidang usaha terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi investor (khususnya investor asing sebelum melakukan kegiatan investasi). Terkait dengan ini, apakah UU Penanaman Modal dan Perpres DNI ini pada hakikatnya berlaku bagi pemegang saham asing Emiten? Hal ini penting untuk dilihat dan dikaji demi kepastian hukum bagi investor sehingga tidak membingungkan dan mengkhawatirkan mereka.

Namun, sebelum menjawab persoalan di atas lebih mendalam, kita perlu melihat dulu beberapa ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan penanaman modal yang baru terkait dengan masalah batasan kepemilikan asing di atas. Setelah itu, kita coba jawab persoalan di atas berdasarkan ketentuan tersebut.

B. Ketentuan terkait dengan batasan kepemilikan asing

Perlu diperhatikan bahwa ketentuan terkait dengan batasan kepemilikan asing dalam pembahasan ulasan transaksi ini hanyalah dibatasi pada peraturan perundang-undangan penanaman modal yang baru. Pengaturan batasan ini umumnya telah ada dalam peraturan tersendiri di masing-masing sektor sebelum Perpres DNI dibuat, dan Perpres DNI sebenarnya banyak mendasarkan aturan kepemilikan modal pada peraturan-peraturan masing-masing sektor tersebut.

Ada sejumlah pasal yang terkait dengan masalah kepemilikan asing dalam hubungannya dengan saham asing di emiten pasar modal baik langsung maupun tidak langsung, yaitu sebagai berikut:

1. Ketentuan terkait langsung

a. Pasal 12 ayat (1) huruf c Perpres 76/2007 jo. Pasal 2 ayat (1) Perpres No. 77/2007. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan yaitu bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi), bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. Lebih lanjut, dalam ayat (4) pasal 12 Perpres 76/2007 disebutkan lagi bahwa bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanam modal.

b. Pasal 5 Perpres 111/2007. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Presiden ini (yaitu mengenai bidang usaha yang tertutup dan syarat bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan-red.) tidak berlaku bagi penanaman modal yang telah disetujui pada bidang usaha tertentu sebelum Peraturan Presiden ini ditetapkan, sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan, dan perubahannya apabila ada.

c. Pasal 33 UU Penanaman Modal. Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain (ayat 1). Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.

2. Ketentuan tidak terkait langsung

a. Penjelasan pasal 2 UU Penanaman Modal. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal di semua sektor wilayah negara Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

b. Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa persyaratan mengenai bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi penanam modal (khususnya penanam modal asing sebelum melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia).

C. Dampak Perpres DNI terhadap pemegang saham asing Emiten

Dari ketentuan yang dikemukakan di atas, kemudian kita bisa jawab pertanyaan-pertanyaan di atas sebagai permasalahan atas DNI ini. Pertanyaan pertama, apa dampak hukum dari penerbitan Perpres DNI ini terhadap saham-saham Emiten yang dikuasai oleh asing saat ini dan apakah pihak asing harus melepaskan saham-sahamnya apabila kepemilikannya di atas batasan maksimal kepemilikan? Kemudian, pertanyaan kedua yaitu apabila pihak asing menjual saham-saham tersebut ke pasar hingga kurang dari ketentuan batas maksimum dan kemudian membeli lagi sampai jumlah yang sama dengan sebelum dijual, apakah hal itu diperbolehkan? Selanjutnya dan ini cukup penting bahwa dalam penjelasan pasal 2 UU Penanaman Modal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal” di semua sektor di wilayah RI adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio. Lalu, di Perpres 77/2007 yang direvisi dengan Perpres 111/2007 disebutkan bahwa persyaratan kepemilikan modal dalam bidang usaha terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi investor (khususnya investor asing sebelum melakukan kegiatan investasi). Terkait dengan ini, pertanyaan ketiga timbul yaitu apakah UU Penanaman Modal dan Perpres DNI ini pada hakikatnya berlaku bagi pemegang saham asing Emiten? Hal ini penting untuk dilihat dan dikaji demi kepastian hukum bagi investor sehingga tidak membingungkan dan mengkhawatirkan mereka.

Dari 3 (tiga) pertanyaan di atas, sebelum menjawab pertanyaan atau permasalahan pertama dan kedua, ada baiknya bila menjawab langsung pertanyaan yang ketiga yaitu apakah UU Penanaman Modal dan Perpres DNI ini pada hakikatnya berlaku bagi pemegang saham asing Emiten? Jawabannya adalah tidak. Mengapa? Kita harus lihat pada penjelasan Pasal 2 UU Penanaman Modal dan Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 Tahun 2007. Dalam penjelasan pasal 2 di atas disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan “penanaman modal di semua sektor wilayah negara Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.[9] Kemudian, di dalam pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 tahun 2007 disebutkan bahwa persyaratan mengenai bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan merupakan persyaratan bagi pembentukan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia bagi penanam modal (khususnya penanam modal asing sebelum melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia).[10] Dengan demikian, pada hakikatnya Perpres DNI yang diterbitkan oleh Presiden tidak berlaku terhadap penguasaan asing atas saham-saham Emiten. Alasannya adalah saham-saham Emiten bukan termasuk penanaman modal langsung akan tetapi bersifat tidak langsung. Selanjutnya, persyaratan mengenai bidang usaha terbuka dengan persyaratan yang salah satu poinnya meliputi masalah kepemilikan modal adalah persyaratan dalam rangka membentuk badan usaha atau badan hukum baru, dan bukan dalam rangka pembelian saham-saham Emiten oleh pihak asing. Sehingga, dalam hal ini (sekali lagi) pihak asing pada hakikatnya tidak terpengaruh dengan Perpres DNI tersebut.

Dengan demikian, oleh karena pemegang saham asing di Emiten tidak terpengaruh dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal ini, maka pihak asing tidak berkewajiban untuk melepas atau menjual (divestasi) kepemilikan sahamnya kepada investor lokal. Lagipula, hal ini sebenarnya sudah dijamin melalui pasal 5 Perpres 111/2007 dimana ketentuan mengenai DNI tidak berlaku bagi penanaman modal yang disetujui pada bidang usaha tertentu sebelum Perpres ini terbit sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuannya dan perubahannya bila ada.[11] Kemudian, bila pihak asing menjual saham-sahamnya kepada pihak lain hingga katakanlah dibawah ketentuan maksimal kepemilikan sebagaimana ditentukan di dalam Perpres, terus pemegang saham tersebut membeli kembali dalam jangka waktu tertentu maka pemegang saham tersebut masih tetap dapat membeli kembali keseluruhan saham yang sebelumnya dijual. Ini secara tidak langsung sudah menjawab pertanyaan pertama dan kedua di atas.

D. Usulan bagi Pemerintah

Dengan melihat secara hukum di atas bagaimana tidak terpengaruhnya pihak asing yang menguasai saham-saham Emiten sehubungan terbitnya Perpres DNI, hal ini secara tidak langsung telah membuka kelemahan pemerintah yang “lalai” melihat ke arah sini. Mengingat kelemahan tersebut, seyogyanya pemerintah memperluas pengaturan DNI-nya termasuk ke masalah kepemilikan modal yang saham-sahamnya diperdagangkan di bursa efek, sehingga dalam jangka panjang tidak merugikan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Jangan sampai harus terjadi kasus terlebih dahulu, baru kita menyadari akan “kelalaian” ini. Biaya sosial akibat “kelalaian” ini yang akan ditanggung tentunya akan lebih mahal ketimbang bila kita pertimbangkan sekarang.

Bagi para pelaku usaha dan pemegang saham asing, sudah seharusnya untuk tidak mengambil “kelalaian” ini sebagai sebuah kesempatan untuk semakin menguasai aset-aset atau mayoritas kepemilikan saham suatu Emiten. Akan tetapi, ikuti apa yang sudah diatur oleh UU Penanaman Modal dan Perpres DNI. Dengan demikian, pelaku usaha ataupun pemegang saham asing tidak tersangkut masalah di kemudian hari. (MFA)



[1] Rezim UU Penanaman Modal yang lama meliputi UU No. 1 Tahun 1967 yang kemudian diubah dengan UU No. 11 Tahun 190 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 6 Thaun 1968 yang kemudian diubah dengan UU No. 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

[2] Perpres No. 76/2007 adalah tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Perpres No. 77/2007 adalah tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Sedangkan, Perpres No. 111/2007 adalah tentang Perubahan atas Perpres No. 77/2007 di atas.

[3] Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia M.S. Hidayat dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa daftar negatif investasi (DNI) yang aturannya telah diterbitkan masih mengandung beberapa hal yang tidak jelas (grey area) dan memungkinkan terjadinya praktek bisnis ilegal. Lihat KADIN: DNI Masih Memiliki Area Abu-abu, http://www.kapanlagi.com/h/0000179879.html, diakses 23 April 2008.

[4] Lihat Lampiran II huruf c Kepemilikan Modal nomor 44 a Perpres No. 111/2007.

[5] Lihat Lampiran II huruf c Kepemilikan Modal nomor 44 c Perpres No. 111/2007.

[6] Pasal 5 Permenkominfo No. 02/PER/M.KOMINFO/3/2008.

[7] Lihat Lampiran II huruf c Kepemilikan Modal nomor 19 Perpres No. 111/2007.

[8] Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjuntak mengatakan Peraturan Pemerintah No. 111/2007 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan untuk Penanaman Modal Asing, sangat tidak kondusif bagi industri farmasi. Menurut dia, untuk membangun satu fasilitas produksi farmasi membutuhkan dana besar dan sulit mendapatkan rekanan kerja yang mau berinvestasi dengan kepemilikan saham 25% dan mampu menjaga kerahasian produk terkait dengan hak kekayaan intelektual. Kemudian, Hans-Josef Schill dari European Chamber of Commerce mengatakan tujuan perusahaan farmasi asing khususnya asal Eropa beroperasi di Indonesia adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, tidak hanya mencari keuntungan. "Kami sangat mengharapkan pemerintah mengembalikan aturan investasi asing di sektor farmasi kembali seperti dahulu, karena untuk berinvestasi di sektor usaha ini dibutuhkan dana besar," tuturnya. Staf ahli Menkes Naydial Roesdal mengatakan aturan pembatasan investasi asing di industri farmasi didorong oleh keinginan untuk meningkatkan peranan farmasi lokal di dalam negeri. "Pada awalnya Depkes menghendaki agar kepemilikan asing dibatasi hanya 49%, tetapi disepakai 75%. Menurut kami, besaran itu [75%] sudah mencukupi," ujarnya. Lihat Daftar Negatif Investasi Surutkan Pemodal Farmasi Asing, http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/manufaktur/1id49709.html, diakses pada tanggal 23 April 2008.




[9] Lihat Penjelasan Pasal 2 UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.

[10] Lihat Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 77 Tahun 2007.

[11] Pasal 5 Perpres No. 111 Tahun 2007. Lebih lanjut, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan aturan mengenai daftar bidang usaha tertutup dan terbuka dengan syarat tidak akan berlaku surut. "Ini tidak berlaku surut, untuk perusahaan yang sudah ada dan sudah setengah jalan perizinannya, itu (aturannya) tidak berlaku, dia hanya berlaku bagi (investasi) yang baru," kata Mendag dalam jumpa pers sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2007 dan Nomor 77 Tahun 2007 di Jakarta, Rabu. Dengan aturan tersebut, jika perusahaan asing selama ini sudah memiliki saham lebih dari yang ditetapkan maka perusahaan tersebut berhak untuk mempertahankan tingkat kepemilikannya. Sebagai contoh, jika Telekom Malaysia (TM) yang memiliki sekitar 70 saham PT Excelkomindo berniat menjual saham kepada perusahaan yang masih berafiliasi dengan TM masih diperbolehkan asalkan tindakan tersebut tidak membuat TM memiliki kepemilikan lebih dari 70. Lihat Daftar Negatif Investasi Tidak Berlaku Surut, (Berita Edisi Kamis, 5 Juli 2007), http://www.kapanlagi.com/h/0000179874.html, diakses tanggal 23 April 2008.

TULISAN INI DIPUBLIKASIKAN DALAM JURNAL HUKUM & PASAR MODAL EDISI NO. 4 AGUSTUS-DESEMBER 2008

Tidak ada komentar: